hover animation preload

Skenario Allah untuk Aku dan Ibu
by Abdushshabur Rasyid Ridha in ,

Membuka kenangan lama bagiku sama saja dengan mencari sepercik hikmah dan seperti menyusuri lorong-lorong kehidupanku untuk menemukan sebuah makna baru bagi hidupku saat ini. Terlebih ketika membuka kenangan yang membahagiakankan, hal itu dapat menjadi secuil apresiasi bagi diriku untuk kembali menatap masa depan. Aku akan mencoba menceritakan seuntai kisah dengan salah seorang wanita yang memiliki tempat yang teramat khusus di dalam hatiku.

Ia adalah malaikat yang selalu menetramkan jiwaku. Pengorbanan tanpa pamrihnya tidak akan pernah bisa aku balas bahkan sekeras apapun aku berusaha. Ia adalah sebuah gambaran wujud kesederhanaan seorang wanita. Kesabarannya membuat siapa saja tak akan mampu mengukur seberapa dalam rasa sayangnya untukku, untuk anak-anaknya. Dialah Ibuku, Dan akan aku ceritakan penggalan kisahku dengan orang terbaik dalam hidupku ini.

Di pagi hari yang cerah, matahari menampakkan wujudnya yang menentramkan bagi siapa saja yang menatapnya, matahari pagi itu seakan mengetahui perasaanku yang begitu bersemangat untuk menyambut datangnya pagi itu. Karena hari itu adalah hari pengumuman hasil seleksi masuk perguruan tinggi yang aku inginkan. Dan momen itu menjadi saat-saat menegangkan bagiku, bagi masa depanku. Bahkan saat malam harinya aku tak kuasa menahan perasaan ini sendirian dan malam itu dekapan cinta ibu membuatku tak ragu untuk berbagi perasaan dengannya, dengan orang yang sangat mengerti kondisiku saat itu, dengan ibuku.

Sebelum aku beranjak untuk membeli Koran pagi dan mencoba menggapai takdirku menuju perguruan tinggi, ibu kemudian mengejutkanku, dengan nada sedikit bercanda ibu menceritakan bahwa pada malam setelah aku membagi perasaanku padanya ia bermimpi. Ia bercerita pada ku, “Dho, semalam ibu bermimpi memancing, dan ibu mendapatkan tangkapan seekor ikan besar. Semoga ini pertanda bahwa hari ini ibu akan mendapatkan kabar baik, khususnya dari anak laki-laki ibu satu-satunya ini”. Mendengar hal tersebut dalam hati aku hanya bisa mengamini cerita ibuku tersebut.

Ternyata aku tak melihat nomor ujianku di antara ribuan angka yang memenuhi halaman utama pengumuman ujian seleksi masuk tersebut. Namun beberapa menit setelah itu perlahan ibu menghampiriku. Ditengah syahdu tatapan matanya, serta diiringi dengan senyum kecil kepadaku, saat itulah aku merasa hanya ibu lah yang mampu menenangkan jiwaku. Dan diluar dugaan ia memberikan sebuah kabar gembira yang bahkan aku sendiri tidak akan langsung percaya jika hal tersebut bukan dikatakan langsung oleh ibuku sendiri.

Dengan tenang ia berkata, “Dho, ternyata kamu kurang teliti, nih nomor ujian kamu ada di deretan nomor-nomor yang lulus di jurusan Ilmu Komunikasi, bukan di deretan nomor jurusan Arsitektur”. Saat itu aku diam, menunggu ucapan selanjutnya yang mungkin akan keluar dari mulut ibuku. Kemudian ibu menyodorkan lembaran koran tersebut tepat dihadapanku sambil menunjuk ke arah deretan nomor ujian yang tertera di sana. Ternyata aku memang kurang teliti. Aku pun tidak mampu menyembunyikan kebahagiaanku hari itu. Aku peluk orang terbaik dalam hidupku itu, mencoba membagi kebahagiaanku pada hari itu. Dan hari itu ibuku telah berhasil memberikan sebuah keajaiban kecil yang mungkin tidak akan pernah aku lupakan dalam hidupku.

Jauh Membuat Semakin 'Dekat'
Kini, ketika telah lebih dari satu setengah tahun tidak lagi selalu tinggal bersama, aku baru menyadari bahwa selama ini aku tidak pernah merasakan kehilangan seperti ini. Perasaan ini memaksaku untuk rutin mengunjungi ibuku di rumah, untuk menemukan sesuatu yang hilang dalam diriku ataupun untuk sekedar berbagi kisah pengalaman hidupku selama di kampus. Walaupun kini aku sudah tinggal mandiri di kosan, aku berjanji untuk tetap melaksanakan rutinitas tersebut setiap akhir pekan.

Perasaan kehilangan yang aku rasakan saat tinggal jauh dari ibuku seperti sat ini telah menyadarkanku bahwa Allah telah menyusun skenario terbaik-Nya yang membuatku mengetahui bahwa Ibu adalah seorang yang takkan pernah tergantikan dalam hidupku. Dan jika suatu saat aku benar-benar akan kehilangannya, kehilangan ibuku, aku sendiri bahkan tidak berani membayangkannya.

Kini, tidak akan ada lagi aku yang suka membentak-bentak ibuku, tidak ada lagi aku yang selalu menghindari permintaan dari ibuku, dan tidak ada lagi aku yang mencoba durhaka kepadanya. Aku ingin menjadi seorang anak yang mampu membuatnya bahagia dan bangga bahwa ia telah melahirkan aku. Walaupun aku tidak akan mampu membalas pengorbanannya untukku, namun aku akan tetap berusaha memberikan yang terbaik untuknya.

Aku merasakan betapa dekapan cinta ibu selama inilah yang telah menuntunku menjadi seseorang yang seperti sekarang. Aku tak akan mungkin mendapatkan kesuksesan-kesuksesan kecil ini tanpa adanya iringan doa yang menyertaiku di dalam setiap shalat dan sujud ibuku. Kini bagiku. Apapun yang kini tengah aku rasakan, sesulit apapun beban hidup yang sekarang atau nantinya akan kuhadapi, yang aku tahu aku akan selalu membaginya dengan orang yang sangat mengerti diriku. Dan apapun tanggapan darinya, itu aku yakini sebagai sebuah bentuk rasa perhatian dan sayangnya padaku. Dan bagaimanapun caranya, mulai saat ini akupun akan berusaha untuk menuruti apapun keinginannya.

0 comments:

Post a Comment

comment yang anda tuliskan, memberikan semangat tersendiri...