Bulan Juli tanggal 21 ditahun 2012,
tepat hari ini aku memutuskan untuk berpuasa mengikuti keputusan isbat pemerintah.
Hari di mana aku memulai ‘petualangan kecil’ selama tiga puluh hari yang
mungkin di masa depan akan menjadi sepercik kisah yang tak terlupakan dalam
hidupku. Karena dengan aku memilih untuk ‘bekerja keras’ di bulan penuh rahmat
ini aku berharap nantinya aku juga akan mendapatkan output yang setimpal. Bekerja keras disini aku artikan dengan berusaha
lebih seungguh-sungguh dari tahun-tahun sebelumnya. dan mewujudkan capaian yang
tentunya lebih besar dari sebelumnya. Dan bergabung bersama ppsdms menjadi salah satu sarana bagiku
untuk meralisasikan kerja keras tersebut dan bukan hanya dalam ‘ditulisan’
semata.
Program Pembinaan SDM Strategis (ppsdms) adalah sebuah institusi yang aku
harapkan dapat menjadi fasilitator bagiku untuk mengakselerasi diri dari yang
biasa-biasa saja menjadi agak sedikit tidak biasa. Intinya aku harus keluar
dari sini dengan ciri khas karakterku sendiri. Karena di ppsdms ini pembentukan karakter menjadi salah satu nilai penting
yang tidak akan pernah lupa di sebutkan di dalam setiap agenda pembinaannya.
Dan ppsdms inilah yang selama dua
tahun kedepan insya Allah akan menjadi penyedia lingkungan yang agamis, iklim
pergerakan, budaya prestatif sekaligus praktek kekeluargaan bagiku. Dan hari
ini adalah tepat 21 hari aku menjadi bagian dari keluarga besar mereka.
Hari ini aku memang tidak
berketepatan menghabiskan hari pertama berpuasa di asrama. Namun dari sini
menggambarkan bahwa mungkin saja di dua puluh sembilan hari kedepan
keseharianku akan lebih berwarna, dan tak hanya di asrama. Di awali dengan
‘ritual’ pagi pembinaan nan agamis, nasionalis dan kekeluargais aku pun memulai
kisah ku hari ini. Di tempat di mana aku menemukan kehidupan, di rumah.
*****
“Alhamdulillah perjalanan Depok-Jakarta
Utara kali ini jauh lebih cepat dari waktu biasanya,” Gumamku dalam hati.
Perjalanan yang biasa ditempuh
selama ssatu setengah jam mengendarai motor, kini hanya sekitar empat puluh
menit saja. Hal ini menjadi biasa, hal itu terlihat di sepanjang perjalanan pada
pagi ini jalan raya begitu lenggang, mengingat hari ini merupakan hari libur
awal ramadhan. Kebanyakan orang lebih memilih diam di rumah untuk menikmati ramadhan
dan berbuka puasa pada hari pertama di rumah mereka masing-masing. Begitu juga
yang ingin aku rasakan di hari ini, yaitu berbuka puasa di rumah di hari
pertama.
Sampai di rumah ayah sempat mengajak
ku berbincang-bincang, lebih spesifik obrolan yang kami bincangkan lebih pada
perbedaan memulai ramadhan di Indonesia. Aku masih ingat, dua hari yang lalu
aku sempat bertanya pada ayah ku lewat SMS, “Assalamu’alaykum… yah, mulai puasa
hari apa, Jum’at atau Sabtu,” tanya ku dalam SMS.
Beberapa menit kemudian handphone ku bergetar menandakan adanya jawaban
SMS dari ayah, “Ayah mulai puasa hari Jum’at”. Aku tak lantas mempertanyakan
keputusan ayah ku tersebut. Karena pada dasarnya setiap pilihan tersebut
memiliki alasannya masing-masing, walaupun aku sangat berharap seluruh umat dapat
bersama-sama memulai Ramadhan di waktu yang sama, namun saling bertoleransi
atas ijtihad masing-masing dalam
kondisi saat ini itu jauh lebih penting nilainya.
Kembali ke bahasan perbincangan
kami, ayah sempat bertanya singkat padaku, “Dho, kamu memangnya mulai puasa
dari hari apa?”. Aku pun hanya menjawab pertanyaan ayah dengan singkat pula, “mulai
hari ini yah, Ido ikut pemerintah aja.” Dan memang pada akhirnya ayah ku juga
tidak terlalu mempertanyakan keputusanku.
Tak lama berselang seakan alam bawah
sadarku tak mau diajak kompromi, badan ini mungkin cukup lelah menghadapi
berbagai agenda rutin di asrama, ditambah perjalanan Depok-Jakarta pagi ini
cukuplah menjadi alasan agar badan ini beristirahat. Aku tertidur.
*****
“Jam berapa ini?” sambil menahan
kantuk aku kemudian melihat kea rah jam dinding di pojok rumah. Parahnya aku
bangun saat waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu siang, aku kaget bukan
kepalang.
Aku menyesal, bahkan di hari pertama
puasa aku sudah kalah dengan salah satu targetku sendiri, yang awalnya ingin
shalat berjamaah satu bulan full
nyatanya kandas di hari pertama. Hari ini aku merasakan bahwa aku telah lalai,
dan hari ini aku kembali menguatkan azzam bahwa aku harus memenuhi seluruh
targetan yang telah aku buat sendiri. Termasuk menulis 30 hari berturut-turut
ini, semoga Allah memberikan kekuatan padaku. Amin.
*****
Hari ini aku mendapatkan cukup
banyak pelajaran. Perbedaan itu sebuah keniscayaan, tak akan menjadi sebuah
anugrah jika kita tak mampu memaknainya dengan bijaksana. Dan pada dasarnya di
setiap perbedaan di masyarakat, yakinlah bahwa di dalam hati-hati kecil kita
kita mengharapkan ada keserasian bahkan keseragaman di bandingkan sebuah
perbedaan.
Dan satu hal lagi, hari ini aku juga
belajar bahwa sebuah targetan yang ingin di capai jika kita tidak menanamkannya
dengan sungguh-sungguh dipikiran kita, maka otak kita juga tidak akan merespon
apa yang kita inginkan tersebut. Lain halnya ketika, kita terus-menerus
memikirkannya, maka alam bawah sadar juga akan bekerja dengan maksimal untuk
mencapai target tersebut. Ingat “diri kita adalah seperti apa yang kita pikirkan”.
0 comments:
Post a Comment
comment yang anda tuliskan, memberikan semangat tersendiri...