hover animation preload

Bohong Kecil-kecilan
by Abdushshabur Rasyid Ridha in , ,

“Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pernah suatu ketika aku mengikuti sebuah pengajian rutin yang di dalamnya membahas tentang hukumnya seseorang itu berbohong,mtetapi aku tidak akan menceritakan secara detail tentang apa yang aku dapatkan saat itu, yang pasti aku mendapatkan satu ilmu yang sangat aku ingat sampai sekarang. Tentang sebuah kebohongan yang dibolehkan, awalnya sempat ragu, apakah memang ada bohong yang diperbolehkan? Ternyata bohong itu diperbolehkan dalam islam selama bohong itu untuk tujuan yang baik dan menghindari mudharat (keburukan).

Misal saja, sewaktu ketika kita diajak untuk menghadi undangan makan malam dari sahabat kita di rumahnya, ternyata hidangan yang kita makan terasa kurang menyenangkan di lidah kita, lalu apa yang kita lakukan? Apakah kita akan jujur mengatakan bahwa makanan yang kita makan itu tidak enak? Tentu kita akan mencoba menghibur tuan rumah dengan berusaha memuji makanan yang dihidangkan, itulah salah satu contoh dari bohong yang dibolehkan (dengan tujuan menghindari keburukan).

Namun saat ini, apakah bohong menurut definisi kebanyakan orang Indonesia? Bukannya untuk menjelek-jelekkan orang Indonesia sendiri, tetapi ini untuk menasihati diri penulis sendiri serta anda semua yang membaca tulisan ini. Kebanyakan orang Indonesia menganggap bohong itu sebagai sesuatu hal yang sifatnya kecil dan remeh-temeh, yang membuatku dapat menyampaikan hal yang demikian adalah karena kebanyakan orang Indonesia menganggap sebuah kebohongan adalah hal yang biasa bahkan kebohongan-kebohongan tersebut sudah dianggap bukanlah sebuah kebohongan lagi.

Misalnya, ketika seorang mahasiswa yang terlambat masuk ke kelas, kemudian ia ditanya mengapa ia terlambat, menurut anda apa yang akan dikatakan oleh mahasiswa tersebut, Apakah ia akan berkata jujur ataukan ia akan berbohong kecil-kecilan untuk menjaga perasaan dosen? Aku meyakini anda semua pasti mempunyai jawaban sendiri-sendiri.

Namun menurutku, kebanyakan yang akan menjadi jawaban mahasiswa Indonesia adalah ia akan berusaha berbohong kecil-kecilan untuk menutupi penyebab keterlambatannya serta berusaha menjaga perasaan dosennya. Mana mungkin mahasiswa tersebut akan mengatakan jika ia terlambat karena keasyikan ketiduran, atau lupa kalau hari itu ia ada kuliah. Jika hal itu yang dijawab (jujur), maka yang ada justru ia akan menyinggung perasaan dosen yang mengajar tersebut. Namun berbeda ketika mahasiswa tersebut menjawab dengan mengatakan bahwa ia terjebak macet, atau ia tertinggal bis (bohong kecil-kecilan), maka hal itu akan lebih menjaga perasaan dosen yang bersangkutan, sudah begitu dosen juga tidak akan mampu membuktikan alasan mahasiswa tersebut benar atau salah sehingga bohong yang dilakukan tidak akan terkuak. Itulah yang terjadi saat ini menurut pengamatan ku sebagai “peneliti amatiran”.

Bagaimanapun kebohongan yang dibolehkan sudah disalahartikan oleh orang Indonesia, karena bukan kebohongan seperti itulah yang dianjurkan. Bagaimanapun juga tidak dapat kita pungkiri, hal itulah yang terjadi di Indonesia. Padahal jika kita berkaca kepada negara bekas penjajah kita, Jepang, di sana tidak dikenal (tidak membudaya) istilah bohong, dan kebanyakan orang Jepang memang tidak pandai berbohong, ketika ditanya tentang alasan mengapa mereka melakukan sebuah kesalahan atau kelalaian, maka mereka akan menjawab dengan jujur sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Mahasiswa di Jepang tidak akan mencari-cari alasan yang tepat untuk menutupi keterlambatannya saat masuk ke kelas, dan mereka tidak akan berbohong untuk menutupi apapun atau untuk menjaga perasaan siapapun.

Tentunya kita pernah mendengar atau paling tidak kita pernah mengetahui bahwa Rasulullah pernah mengatakan sesuatu hal tentang berbohong, beliau bersabda: “Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Namun anehnya yang berlawanan dengan ketiga hal tersebut, tidak berbohong, tidak ingkar janji, dan harus amanah merupakan nilai-nilai yang jarang kita temui di masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim, dan bahkan sifat-sifat positif tersebut justru dapat kita kita temukan di dalam kehidupan orang Jepang sehari-hari.

Kebanyakan orang Jepang itu (seperti yang dijelaskan sebelumnya) tidak pandai berbohong, umumnya mereka sangat tepat janji, dan mereka juga dapat dipercaya terutama dalam menjalankan sebuah amanah (tanggung jawab). Jadi jelas bahwa ketiga nilai Islam yang diajarkan oleh Rasulullah tersebut (tidak berbohong, tidak ingkar janji, dan harus amanah) mereka jalankan dan terapkan dalam kehidupannya sehari-hari dan mungkin masih banyak lagi nilai-nilai Islami lainnya yang diterapkan oleh orang-orang Jepang di kehidupannya sehari-hari. Sayang sekali mereka tidak pernah membaca syahadat selama hidupnya dan kebanyakan mereka juga masih memiliki kelakuan-kelakuan jahiliyah dalam dirinya (minum-minum sake (khamar), memakan daging babi, memuja berhala dan lainnya.

Dari apa yang ku paparkan di atas harusnya hal ini dapat kita ambil pelajaran positif bahwa kita yang ‘katanya’ muslim tetapi mengapa dalam menjalankan syariat Islam kita justru malah jauh tertinggal dari bekas penjajah kita tersebut. Harusnya kita juga mampu memperbaiki diri kita dengan mencoba menghilangkan sifat-sifat munafik dari dalam diri kita dengan menjauhkan ketiga sifat negatif tersebut dalam diri kita.

Dan dari artikel ini juga kita dapat mengambil pelajaran lainnya bahwa tidak semua yang baik itu benar karena pada dasarnya apa yang orang Jepang adalah baik, namun mereka jauh dari kebenaran karena mereka bukanlah Saudara Semuslim kita. Dan ingatlah kembali apa yang sering dikatakan oleh ustadz-ustadz ‘kondang’ kita saat beliau berkhutbah, “ambil lah yang baik-baik dan tinggalkanlah hal yang buruk”, Intinya jika ada sesuatu yang baik bisa kita ambil pelajaran dan sesuatu hal yang buruk layaknya kita tinggalkan.

0 comments:

Post a Comment

comment yang anda tuliskan, memberikan semangat tersendiri...