hover animation preload

Di mana Hati Nurani Mereka?
by Abdushshabur Rasyid Ridha in ,

"Aku menyayangimu karena kau manusia. Tapi kalau kau sewenang wenang kepada manusia. Aku akan menentangmu. Karena aku manusia" (Gus Mus)

Apa yang akan kau lakukan jika di menjelang tahun baru kau justru mendapatkan sebuah musibah yang bahkan kau sendiri mengetahui hal itu akan terjadi namun kau tak sanggup berbuat banyak? Tak perlu dijawab, cukup kau renungkan saja. Karena pertanyaan ini adalah realitas yanng kini sedang dialami oleh saudara-saudara kita di stasiun UI yang saat ini tengah berusaha sekuat tenaga mencegah musibah yang sudah siap menerjang mereka di malam tahun baru ini. Mereka harus berhadapan dengan para aparat yang ditugaskan oleh PT.KAI untuk melakukan penggusuran terhadap kios-kios mereka di pelataran peron stasiun UI. Bahkan musibah ini bahkan sudah lebih dulu menimpa rekan-rekan mereka di tempat lainnya seperti di stasiun Lenteng Agung.

Stasiun Lenteng Agung mungkin hanyalah satu dari sekian stasiun lainnya di sepanjang jalur rel Jakarta - Bogor yang menerima penggusuran tanpa adanya dialog antara PT. KAI dan pedagang. Alasan mereka sederhana, menurut Deputi Wakil Kepala Daops I PT KAI, Dwiyana, Ia mengatakan penertiban kios di sisi Peron di stasiun ini ditujukan untuk memberikan kenyamanan kepada para penumpang kereta. Anda tahu siapa saja penumpang kereta yang biasa menikmati fasilitas kereta api di stasiun UI ini? Yap, mayoritas dari mereka adalah masiswa Universitas Indonesia itu sendiri. Tapi mahasiswa justru bukannya mendukung kebijakan yang dimaksudkan untuk mereka dan malah menolak dengan tegas kebijakan tersebut.

Alasan PT.KAI memang untuk kemaslahatan penumpang, dalam kasus stasiun UI berarti untuk kemaslahatan mahasiswa UI. Namun, ketika pihak mahasiswa justru menolak tegas kebijakan tersebut apakah PT.KAI tetap memaksakan kehendaknya dengan alasan untuk kenyamanan penumpang (mahasiswa)? Bahkan mereka yang ditugaskan untuk menghancurkan kios-kios milik para pedagang pun belum tentu paham dengan latar belakang rencana tersebut dan mungkin hanya elitis-elitis di PT.KAI saja yang tahu jawabannya.

Apa yang ada dipikiran mahasiswa sudah jelas, mereka mengharapkan adanya dialog terlebih dahulu antara PT.KAI dengan para pedagang sehingga ada komunikasi dua arah dan jangan asal main gusur saja. Mahasiswa yang mayoritas tinggal di belakang rel pada dasarnya tidak merasa terganggu dengan keberadaan para pedagang di sekitar stasiun UI. Mereka justru merasa terbantu karena sehari-hari mereka memang sering berinteraksi jual beli dengan para pedagang untuk memenuhi kebutuhan perkuliaah mereka. Intinya lagi-lagi bisa dibilang ini bukan karena alasan memberikan pelayanan kepada penumpang semata, melainkan ada alasan lainnya dibalik kebijakan tersebut yang sampai sekarang masih belum jelas.

Kita sendiri bisa merenungkan kembali pertanyaan yang dilontarkan pada paragraf pertama dalam tulisan ini. Dipenghujung tahun setiap orang biasanya akan memeikirkan jauh tentang masa depan mereka, tentang peningkatan-peningkatan kualitas diri yang bisa mereka dapatkan serta tentang resolusi dan hal-hal yang bisa mereka capai di tahun yang baru. Namun musibah ini seperti menghentikan angan-angan dari para pedagang ini. Jangankan memikirkan masa depan, jika memang akhirnya (hari ini 30/12) kios mereka jadi di hancurkan, memikirkan untuk bagaimana menghidupi diri mereka saja mungkin mereka tidak mampu. Para pedagang ini hanya menginginkan PT.KAI memberikan ketenangan hidup kepada mereka. Mereka berharap PT.KAI bisa berubah pikiran serta memberikan mereka kesempatan untuk menunda atau bahkan menggagalkan rencana penggusuran tersebut.

Pada akhirnya setiap orang punya alasan untuk mewujudkan apa yang dipikirkannya. Namun setiap keputusan hendaknya tidak hanya memandang dari satu sudut pandang saja. Barangkali keputusan itu baik untuk satu sisi namun bukan yang terbaik untuk berbagai sisi yang lain. Diperlukan hati nurani untuk memikirkan matang-matang sebuah rencana yang melibatkan banyak pihak.

Jangan biarkan sorak-sorai tahun baru di berbagai belahan nusantara, namun di antara itu terdengar isak-tangis keluarga-keluarga yang terpaksa harus kehilangan pekerjaannya hanya karena kebijakan yang dilaksanakan tanpa memikirkan hati nurani. Jika isak tangis mereka kurang bisa menggugah hati nurani mereka, maka mari kita sumbangkan suara ini untuk meneriakkan lagi penderitaan mereka, semoga mereka mengerti.

0 comments:

Post a Comment

comment yang anda tuliskan, memberikan semangat tersendiri...