"Aku
menyayangimu karena kau manusia. Tapi kalau kau sewenang wenang kepada manusia.
Aku akan menentangmu. Karena aku manusia" (Gus Mus)
Apa yang akan kau lakukan jika di menjelang tahun baru kau justru
mendapatkan sebuah musibah yang bahkan kau sendiri mengetahui hal itu akan
terjadi namun kau tak sanggup berbuat banyak? Tak perlu dijawab, cukup kau
renungkan saja. Karena pertanyaan ini adalah realitas yanng kini sedang dialami
oleh saudara-saudara kita di stasiun UI yang saat ini tengah berusaha sekuat
tenaga mencegah musibah yang sudah siap menerjang mereka di malam tahun baru
ini. Mereka harus berhadapan dengan para aparat yang ditugaskan oleh PT.KAI
untuk melakukan penggusuran terhadap kios-kios mereka di pelataran peron
stasiun UI. Bahkan musibah ini bahkan sudah lebih dulu menimpa rekan-rekan
mereka di tempat lainnya seperti di stasiun Lenteng Agung.
Stasiun Lenteng Agung mungkin hanyalah satu dari sekian stasiun
lainnya di sepanjang jalur rel Jakarta - Bogor yang menerima penggusuran tanpa
adanya dialog antara PT. KAI dan pedagang. Alasan mereka sederhana, menurut Deputi
Wakil Kepala Daops I PT KAI, Dwiyana, Ia mengatakan penertiban kios di sisi Peron
di stasiun ini ditujukan untuk memberikan kenyamanan kepada para penumpang
kereta. Anda tahu siapa saja penumpang kereta yang biasa menikmati fasilitas
kereta api di stasiun UI ini? Yap, mayoritas dari mereka adalah masiswa
Universitas Indonesia itu sendiri. Tapi mahasiswa justru bukannya mendukung
kebijakan yang dimaksudkan untuk mereka dan malah menolak dengan tegas
kebijakan tersebut.
Alasan PT.KAI memang untuk kemaslahatan penumpang, dalam kasus
stasiun UI berarti untuk kemaslahatan mahasiswa UI. Namun, ketika pihak
mahasiswa justru menolak tegas kebijakan tersebut apakah PT.KAI tetap
memaksakan kehendaknya dengan alasan untuk kenyamanan penumpang (mahasiswa)? Bahkan
mereka yang ditugaskan untuk menghancurkan kios-kios milik para pedagang pun
belum tentu paham dengan latar belakang rencana tersebut dan mungkin hanya elitis-elitis
di PT.KAI saja yang tahu jawabannya.
Apa yang ada dipikiran mahasiswa sudah jelas, mereka mengharapkan
adanya dialog terlebih dahulu antara PT.KAI dengan para pedagang sehingga ada
komunikasi dua arah dan jangan asal main gusur saja. Mahasiswa yang mayoritas
tinggal di belakang rel pada dasarnya tidak merasa terganggu dengan keberadaan
para pedagang di sekitar stasiun UI. Mereka justru merasa terbantu karena
sehari-hari mereka memang sering berinteraksi jual beli dengan para pedagang
untuk memenuhi kebutuhan perkuliaah mereka. Intinya lagi-lagi bisa dibilang ini
bukan karena alasan memberikan pelayanan kepada penumpang semata, melainkan ada
alasan lainnya dibalik kebijakan tersebut yang sampai sekarang masih belum
jelas.
Kita sendiri bisa merenungkan kembali pertanyaan yang dilontarkan
pada paragraf pertama dalam tulisan ini. Dipenghujung tahun setiap orang
biasanya akan memeikirkan jauh tentang masa depan mereka, tentang peningkatan-peningkatan
kualitas diri yang bisa mereka dapatkan serta tentang resolusi dan hal-hal yang
bisa mereka capai di tahun yang baru. Namun musibah ini seperti menghentikan
angan-angan dari para pedagang ini. Jangankan memikirkan masa depan, jika
memang akhirnya (hari ini 30/12) kios mereka jadi di hancurkan, memikirkan
untuk bagaimana menghidupi diri mereka saja mungkin mereka tidak mampu. Para
pedagang ini hanya menginginkan PT.KAI memberikan ketenangan hidup kepada
mereka. Mereka berharap PT.KAI bisa berubah pikiran serta memberikan mereka
kesempatan untuk menunda atau bahkan menggagalkan rencana penggusuran tersebut.
Pada akhirnya setiap orang punya alasan untuk mewujudkan apa yang dipikirkannya.
Namun setiap keputusan hendaknya tidak hanya memandang dari satu sudut pandang
saja. Barangkali keputusan itu baik untuk satu sisi namun bukan yang terbaik
untuk berbagai sisi yang lain. Diperlukan hati nurani untuk memikirkan
matang-matang sebuah rencana yang melibatkan banyak pihak.
Jangan biarkan
sorak-sorai tahun baru di berbagai belahan nusantara, namun di antara itu
terdengar isak-tangis keluarga-keluarga yang terpaksa harus kehilangan
pekerjaannya hanya karena kebijakan yang dilaksanakan tanpa memikirkan hati
nurani. Jika isak tangis mereka kurang bisa menggugah hati nurani mereka, maka
mari kita sumbangkan suara ini untuk meneriakkan lagi penderitaan mereka,
semoga mereka mengerti.
0 comments:
Post a Comment
comment yang anda tuliskan, memberikan semangat tersendiri...